Membangun Relasi di dalam Pembelajaran Daring
Updated: Mar 7, 2022
Di masa pandemi Covid-19, pembelajaran dalam jaringan (daring) menjadi langkah terbaik dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif. Namun, pelaksanaan pembelajaran daring juga memiliki keterbatasan, salah satunya adalah sulit membangun relasi, baik antara murid bersama guru atapun murid dengan murid lainnya di tengah minimnya waktu pembelajaran daring. Hal ini pun menjadi tantangan bagi saya sebagai guru baru yang mengawali pertemuan dengan pembelajaran daring. Rasanya membangun relasi dengan pribadi yang belum pernah saya temui dan tidak pernah bertemu secara fisik sangatlah sulit. Ditambah dengan murid-murid yang sulit untuk menyalakan kamera ataupun sulit untuk memberi respons pada guru di dalam kelas.
Walaupun kondisi mengekang relasi untuk dibangun, natur manusia tidak dapat diingkari, yaitu sebagai manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah yang dapat disoroti melalui relasinya dengan Allah, sesama, dan alam semesta. Hal ini merupakan cerminan dari gambar Allah Tritunggal yang saling berelasi di dalamnya. Karl Barth menyoroti bahwa pandangan tentang manusia sebagai gambar dan rupa Allah dilihat dalam konteks relasional, yaitu gambar dan rupa Allah dapat dirasakan melalui hubungan, bukan hanya dengan Allah tetapi juga dengan sesama manusia (Pasuhuk, 2012). Kata yang digunakan oleh Barth untuk menggambarkan hubungan manusia dengan sesamanya adalah partnership, artinya manusia saling terhubung dan bergantung satu sama lain. Dalam penciptaan manusia, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Hal ini menggambarkan bahwa pribadi manusia tidak berada dalam keadaan yang terisolir dan tidak lengkap dengan dirinya sendiri, melainkan pribadi manusia berada dalam keadaan yang membutuhkan persekutuan dan tidak lengkap tanpa sesamanya.
Dalam pembaharuan gambar Allah yang telah rusak akibat dosa, manusia mengerjakannya di dalam komunitas tubuh Kristus untuk semakin serupa dengan-Nya. Hanya di dalam komunitas, manusia bisa bertumbuh. Dengan hal ini, natur guru dan murid Kristen sebagai pribadi yang unik dan berelasi dapat menjadi jawaban bagi pendidikan Kristen untuk mengatur kelas daring karena di dalam komunitas, murid dapat bertumbuh secara holistis melalui interaksi yang ada dan saling menghargai keunikan setiap pribadi.
Adapun komunitas yang dapat dibangun untuk dapat berelasi dan bertumbuh bersama dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar pembelajaran.
1. Di dalam pembelajaran
Membangun relasi di dalam pembelajaran dapat diwujudkan melalui diskusi kelompok. Guru dapat menggunakan fitur breakout room pada Microsoft Teams. Fitur ini sangat membantu dalam membuat kelompok, baik secara manual maupun otomatis. Membuat kelompok secara manual biasanya saya lakukan untuk murid menjadi tutor sebaya bagi temannya. Tutor sebaya ini terdiri dari dua hingga tiga murid. Saya akan memasangkan murid dengan kemampuan kognitif yang mumpuni dan memiliki keterampilan komunikasi yang baik dengan murid yang memerlukan bimbingan khusus. Hal ini sangat membantu karena r para murid lebih percaya diri dan mau terlibat dalam pengerjaan tugas.
Membuat kelompok secara otomatis biasanya saya lakukan untuk para murid memperluas relasinya dengan teman-temannya di dalam kelas. Kelompok ini terdiri dari 4 murid. Pengelompokan murid secara bebas ini memampukan mereka untuk dapat bekerja sama dengan siapapun dan mengerjakan perannya dengan bertanggung jawab. Hal ini juga dapat melatih inisiatif murid dalam memimpin dan bermusyawarah, sehingga kelas yang nyaman dapat membuat mereka antusias untuk belajar.
2. Di luar pembelajaran
Membangun relasi di luar pembelajaran juga memiliki dampak yang besar terhadap perilaku belajar murid. Terdapat dua kegiatan yang saya lakukan untuk meningkatkan relasi di dalam pembelajaran daring, yaitu lunch time dan memberikan murid peran sebagai prayer leader. Lunch time bersama murid biasa dilakukan satu minggu sekali. Dalam lunch time tersebut, guru dan murid makan bersama sambilmembahas suatu topik yang berkaitan dengan pengalaman murid sehari-hari, serta terdapat games. Hal ini sangat membantu saya sebagai guru untuk mengenal murid lebih dalam dan membantu murid juga untuk mengenal teman-temannya dengan lebih baik walaupun terpisah secara jarak. Lunch time menjadi waktu yang paling ditunggu karena menjadi wadah bagi guru dan murid untuk lebih dekat di luar kegiatan formal.
Kemudian, pemberian peran sebagai prayer leader sangat membantu para murid untuk saling memperhatikan temannya dan bergumul bersama untuk teman-teman yang membutuhkan dukungan doa. Prayer leader akan bertugas selama satu minggu untuk mendoakan setiap pokok doa yang akan murid sampaikan pada dismissal time. Prayer leader juga mendoakan secara khusus satu orang temannya setiap hari berdasarkan urutan nama. Prayer leader ini sangat membantu para muridagar tidak merasa sendiri ketika menghadapi masalah. Relasi yang terus terbangun terlihat melalui murid-murid yang saling mengingatkan pokok doa teman-temannya di kelas, serta mereka akan bersukacita ersama jika apa yang mereka doakan selama ini bisa terwujud.
Jadi dari pengalaman ini, saya melihat bahwa relasi sangat berkaitan dengan perilaku belajar murid. Guru yang memiliki relasi yang kuat dengan murid akan mempengaruhi perilaku murid menjadi lebih disiplin dan bertanggung jawab. Relasi juga berkaitan dengan rasa penerimaan atau rasa dimiliki. Ketika murid merasa diterima, maka hal ini akan mempengaruhi emosi dan pemikiran menjadi positif, sehingga ketika dalam lingkup tersebut memiliki relasi yang baik, maka akan mempengaruhi perilaku belajarnya untuk lebih baik.
Dalam membangun relasi memang banyak hal yang bisa dilakukan, namun semuanya itu dapat mencapai hasil yang sempurna ketika Kristus menjadi pusatnya. Kristus adalah kasih sehingga di dalam membangun relasi sangat penting didasari oleh kasih Kristus. Sebagai guru Kristen, relasi guru dan Kristus menjadi refleksi relasi guru dan murid. Dalam relasi yang intim antara guru dan Kristus terdapat pemulihan yang menghasilkan kasih sejati, sehingga hal itu yang dihadirkan dalam pembelajaran dan interaksi dengan murid (Hasugian, 2021) (Hasugian 2021). Oleh karena itu, sebagai guru Kristen, penting untuk memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan agar kasih-Nya bisa dipancarkan melalui kehidupan mereka.
Selain itu, Roh Kudus juga memampukan guru Kristen dalam menjalani panggilannya, khususnya relasi yang didasari oleh kasih Kristus. Erickson dalam Chrismastianto (2018) menjelaskan bahwa Roh Kudus memampukan dan memperlengkapi seseorang untuk melakukan tindakan moral dan pelayanan kepada sesama. Roh Kudus memampukan guru Kristen untuk mengarahkan pusat pembelajaran kepada Allah, Sang Makna Kehidupan dan memampukan para murid untuk dapat saling mengasihi satu sama lain dengan Sang Sumber Kasih.
Referensi:
Chrismastianto, Imanuel Adhitya Wulanata. "Peran dan karya Roh Kudus serta implikasinya terhadap pengembangan pribadi dan kualitas pengajaran guru Kristen." POLYGLOT 14, no. 1 (2018): 19-30.
Hasugian, Johanes Waldes. "Relasi Guru-Siswa:Pendekatan Christ Centered Sebagai Solusi dalam Perubahan Perilaku Belajar di Masa Pandemi Covid-19." Jurnal Teologi Berita Hidup, 2021: 47-51.
Pasuhuk, Suryanica Arista. "Evaluasi teologis pandangan manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah." Jurnal Fakultas Filsafat (JFF) Universitas Klabat 4, no. 2 (2012): 16.
Editor:
Alvin Sebastian dan Rifena Kurniawan
Penulis:
Trivena Meiliana Koroh, Grade 4C homeroom teacher, Guru Bahasa Sunda Kelas 2 dan 3 di SDH SDH Bogor, Kota Bogor.
Comments